Film disaster itu kayak comfort food bagi gua—bukan makanan yang paling enak, tapi entah kenapa selalu dicari pas bingung mau nonton apa. Salah satu contohnya ya Greenland (2020), yang lagi tayang di Netflix. Film ini bercerita tentang John Garrity dan perjuangannya menyelamatkan keluarganya dari kehancuran global akibat jatuhnya komet bernama Clarke. Awalnya, komet ini diprediksi hanya akan melintas dan jadi tontonan cantik di langit malam. Tapi... Ternyata komet itu pecah jadi serpihan besar yang langsung menghantam Bumi, memicu kekacauan di mana-mana. Bayangin deh, kalian baru aja asyik ngadain pesta kecil sama tetangga, terus tiba-tiba TV kalian ngumumin: “Bumi akan hancur dan kiamat.” Panik gak tuh?
Yang bikin film ini menarik adalah cara John berusaha menuju tempat evakuasi bersama keluarganya. Mereka harus bergerak cepat, tapi di perjalanan banyak banget rintangan. Gua sempat mikir, “Gimana ya rasanya kalau gua di posisi dia?” Pas nonton, gua merasa ikut terhimpit sama waktu dan situasi. Dan ini nih yang keren: filmnya bukan cuma soal lari-larian dari bencana, tapi juga soal konflik internal di dalam keluarga. Meskipun hubungan mereka digambarkan cukup rumit, tetap aja yang namanya cinta keluarga bikin mereka gak nyerah meski dunia udah di ujung tanduk. Sayangnya, beberapa momen emosional ini kurang dapet menurut gua. Kayak, John kelihatan sayang sama keluarganya, tapi gua gak terlalu merasa “klik” sama chemistry mereka.
Oh iya, ternyata Greenland ini disutradarai sama orang yang juga bikin John Wick. Awalnya gua skeptis, “Film bencana tapi dari sutradara spesialis action?” Tapi, jujur hasilnya gak jelek-jelek amat. Adegan aksi dan rasa tegangnya dapet banget—gak seintens John Wick, tapi cukup bikin gua berpegangan sama kursi. Emosi campur aduk terus muncul sepanjang film, apalagi pas ada adegan flashback tentang kenangan keluarga John. Flashback ini bukan sekadar filler, tapi punya makna lebih dalam, terutama di bagian akhir saat anaknya ngomong soal "kilasan ingatan terakhir" sebelum meninggal. Itu momen yang keren banget dan bener-bener nempel di kepala gua setelah film selesai.
Secara visual, Greenland juga lumayan oke, walaupun ada beberapa adegan efek CGI yang kelihatan agak kasar. Mirip kayak film-film klasik Deep Impact (1998) atau Armageddon (1998), tapi dengan sentuhan modern. Gua suka gimana mereka memadukan aksi sama elemen drama keluarga, meski memang gak sepenuhnya sempurna. Beberapa scene malah berasa kayak “nyaris” bagus, tapi belum sampai bikin gua terhanyut sepenuhnya.
Yang mungkin agak kurang adalah kurang kuatnya eksplorasi hubungan John dengan keluarganya. Iya sih, ada flashback, tapi menurut gua masih butuh lebih banyak interaksi nyata biar penonton bener-bener ngerasain seberapa dalam cinta dan pengorbanan di antara mereka. Ini kayak pas lo minum kopi enak tapi masih kurang gula—sedikit lagi bakal sempurna, tapi tetap nikmat buat dinikmati. Ratingnya sih:
Greenland bukan film disaster terbaik, tapi jelas worth to watch, terutama kalau kalian suka genre ini. Kadang, film kayak gini memang gak perlu terlalu kompleks. Cukup kasih cerita menegangkan, sedikit drama keluarga, dan visual yang lumayan, udah cukup buat bikin kita betah nonton sampai akhir. Jadi, kalau kalian lagi mentok mau nonton apa, Greenland bisa jadi pilihan yang pas. Terakhir, gua ada rekomendasi nih: Review Film GIfted (2017)