Jadi gua akhirnya nonton Malam Pencabut Nyawa tanggal 15 Oktober, lumayan telat setelah rilis di Netflix karena sempet maju-mundur mau nonton. Maklum, gua udah baca novelnya, dan jujur aja, perasaan gua campur aduk soal ceritanya. Ada bagian yang gua suka, tapi ada juga yang bikin kesel—terutama di penutupnya. Tapi ya udah, karena Oktober itu bulan horor (waktunya nonton yang serem-serem!), akhirnya gua gas aja. Dan... wow, ternyata gua dibuat terkesima sama adegan aksinya. Ini beneran keren parah! Tapi tahan dulu, sebelum kita obrolin adegan yang bikin gua terkagum-kagum, mari kita ulas sedikit ceritanya.
Spoiler alert buat kalian yang belum nonton atau baca novelnya. Sama seperti di novel, film ini menceritakan tentang Respati, seorang pemuda yang mengalami insomnia akut. Bahkan kalau dia berhasil tidur, mimpi buruk selalu menyambut dan bikin dia kebangun tengah malam. Salah satu malamnya, Respati akhirnya bisa tertidur lelap, tapi dalam mimpinya, dia berada di sebuah hutan misterius. Di situ, dia menyaksikan seorang pria terjebak di akar pohon—pria itu kemudian bergerak menuju suara misterius dari balik gerbang akar. Begitu pria itu melewati gerbang, terdengar jeritan mengerikan, lalu semuanya sunyi. Saat itu juga, Respati terbangun dalam keadaan panik.
Nah, yang bikin mencekam, besok paginya Respati ngeliat berita kalau pria yang muncul di mimpinya beneran ditemukan mati secara ganjil. Ini tentu bikin Respati kalut—ada yang nggak beres, dan dia ngerasa mimpi itu lebih dari sekadar bunga tidur. Dari situ, Respati mulai menyelidiki mimpinya, mencoba menghubungkan dunia nyata dengan apa yang dia alami di alam bawah sadarnya.
Konsep ceritanya emang menarik, tapi ada bagian-bagian yang terasa agak ganjil. Kayak hubungan Respati dan Wulan—gadis pindahan ini bisa langsung akrab sama Respati, padahal dia terkenal tertutup dan nggak deket sama teman-teman lain. Aneh kan? Di novel juga begitu, jadi gua udah nggak terlalu kaget waktu nonton filmnya.
Nah, balik ke adegan aksi. Ini sih juara banget! Salah satu adegan terbaik menurut gua itu waktu Respati bertarung di kamarnya, dan kamarnya muter 360 derajat. Rasanya kayak main rollercoaster di tengah-tengah aksi brutal—pusing tapi puas! Visual efeknya juga nggak kaleng-kaleng. Semuanya mulus banget, nggak ada CGI kasar yang ganggu. Kombinasi visual dan aksi di sini bener-bener bikin gua terpukau. Kayaknya tim produksinya paham banget gimana cara ngebawa ketegangan novel ke layar lebar dengan cara yang elegan.
Tapi sayangnya, ada satu hal yang tetep bikin gua geregetan—penutup cerita. Di novel, antagonis yang digambarkan super kuat dan punya banyak kemampuan malah kalah dengan cara konyol: ditabok pakai sebatang kayu, juga jasadnya dibakar. Dan itu juga kejadian di film! Serius, gimana bisa musuh yang sepanjang cerita keliatan overpower bisa dilibas segampang itu? Rasanya kayak main game lawan boss final tapi tiba-tiba dia AFK dan kita menang cuma karena keberuntungan. Protagonis kayak Respati pun nggak diperlihatkan tumbuh jadi kuat buat ngalahin musuhnya. Ahhh, ini bagian yang paling bikin gua kecewa. Rating ...
Tapi ya, biarpun begitu, gua tetep merasa bangga sih. Film ini berhasil ngasih visual dan adegan pertarungan yang bikin kagum, bahkan jauh lebih bagus dari ekspektasi gua setelah baca novelnya. Buat ukuran film horor Indonesia, Malam Pencabut Nyawa ini langkah maju yang keren. Memang ada kekurangan, tapi ngeliat industri film kita bisa bikin karya kayak gini tuh bikin seneng sendiri. Semoga film-film selanjutnya bisa terus ningkat—cerita yang lebih tajam, dan penutup yang nggak bikin kesel. Kalian bisa juga nonton: Review Film Smile (2022) - Awalnya Menarik Akhirnya Kecewa